Artikel


Pengembangan Kultur Sekolah


Pengembangan Kultur Sekolah

Oleh: Rika Rachmita Sujatma, S.Pd., M.M


A.      Pendahuluan

          Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  (UUSPN) bab II pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan  menyatakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berahlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Serta Bab III pasal 4 yang menyatakan “Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.” Dan bab IV pasal 5 yang menyatakan “Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.”

          Berdasarkan undang-undang tersebut maka sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan harus melaksanakan amanat yang telah digariskan dengan cara  menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan relevan agar siswa memiliki kualitas sesuai dengan profil peserta didik yang sesuai dengan amanat UU tersebut.

                    Salah satu faktor penentu keberhasilan penyelanggaraan proses pendidikan adalah  kultur yang dibangun dengan baik. Kultur sekolah yang baik diharapkan akan berhasil meningkatkan mutu pendidikan yang tidak hanya memiliki nilai akademik namun sekaligus bernilai afektif. Bulach, Malone dan Castleman (1994) telah melakukan penelitian yang dilakukan di 20 sekolah menunjukkan bahwa  perbedaan kultur sekolah menunjukkan perbedaan yang berarti yang ditunjukkan dengan perbedaan prestasi akademik siswa yang berasal dari sekolah yang berkultur baik dibandingkan dengan prestasi siswa dari  sekolah yang berkultur kurang baik. Hal ini berarti bahwa sekolah yang berhasil membangun dan memberikan kultur yang baik akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi dan tidak hanya bernilai akademik tapi juga menghasilkan kultur dengan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih baik, berbudaya, berahlak dan berbudi pekerti luhur (Zamroni, 2009)

          Paparan di atas menunjukkan bahwa pengembangan kultur sekolah harus menjadi prioritas penting. Sekolah harus secara positif membangun kultur sekolah yang dilakukan dengan sebaik-baiknya, mengimplementasikannya secara konsisten, memperbaikinya secara berkelanjutan melalui peningkatan mutu terpadu agar sekolah benar-benar menjadi sebuah lembaga pendidikan yang terhormat yang berhasil  melaksanakan amanat UUSPN untuk meyelenggarakan pendidikan yang bermutu yang dapat menghasilkan siswa yang cerdik cendikia, mandiri dan berbudi luhur.

 

B.      Kultur dan Kultur Sekolah

          Kamus Sosiologi Modern menyatakan bahwa kultur adalah totalitas dalam sebuah organisasi, way of life, termasuk nilai-nilai, norma-norma dan karya-karya yang diwariskan antar generasi. Kultur merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh individu dan kelompok yang dapat ditunjukkan oleh perilaku organisasi yang bersangkutan.

          Kultur sekolah adalah pola nilai, keyakinan dan tradisi yang terbentuk melalui sejarah sekolah (Deal dan Peterson, 1990). Stolp dan Smith (1994) menyatakan bahwa kultur sekolah adalah pola makna yang dipancarkan secara historis yang mencakup norma, nilai, keyakinan, seremonial, ritual, tradisi dan mitos dalam derajat yang bervariasi oleh warga sekolah.  Kultur sekolah adalah budaya sekolah yang menggambarkan pemikiran-pemikiran bersama (shared ideas), asumsi-asumsi (assumptions), nilai-nilai (values), dan keyakinan (belief) yang dapat memberikan identitas (identity) sekolah yang menjadi standar perilaku yang diharapkan. (Zamroni, 2009).  Lembaga sekolah sebagai pihak internal  seharusnya membangun kultur sekolah berdasarkan pemikiran-pemikiran lembaga yang ditunjang oleh gaya kepemimpinan kepala sekolah, perilaku guru dan siswa serta pegawai dalam memberikan layanan kepada para siswa, orang tua, dan lingkungannya sebagai pihak eksternal. Kultur positif sekolah seharusnya menjadi kekuatan utama dalam mengarahkan seluruh warga sekolah menuju perubahan-perubahan positif.  Pada umumnya setiap sekolah telah memiliki kulturnya sendiri namun sekolah yang berhasil adalah sekolah yang memiliki kultur positif yang sejalan dengan visi dan misi sekolah.

 

C.      Fungsi Kultur Sekolah

                   Dalam upaya meningkatkan mutu sekolah dituntut untuk terus menerus melakukan perbaikan, pengembangan kualitasnya melalui peningkatan kultur sekolah. Kultur sekolah memegang peranan penting dalam peningkatan mutu karena memiliki empat fungsi, yaitu:

1.       Sebagai alat untuk membangun identitas (jati diri).

2.       Kultur sekolah akan mendorong warga sekolah untuk memiliki komitmen yang tinggi.

3.       Kultur sekolah akan mendorong terbentuknya stabilitas dan dinamika sosial yang berkualitas.  Hal ini penting agar lingkungan sekolah menjadi kondusif tidak terganggu oleh konflik yang akan menghambat peningkatan mutu pendidikan.

4.       Kultur sekolah akan membangun keberartian lingkungan yang positif bagi warga sekolah.

 

D.      Mitra Sekolah Membangun Kultur Sekolah

          Dalam membangun kultur, sekolah tidak dapat berdiri sendiri tetapi memerlukan kerjasama dengan mitra kerjanya yaitu orang tua siswa, komite sekolah dan para pemangku kepentingan lainnya.

          Sekolah harus menjadi learning organization yang melakukan pembelajaran untuk mencapai apa yang diinginkan, yakni dengan mengajak semua warga sekolah mengembangkan sistem dan pola berpikir yang lebih baik. Disamping itu sekolah harus perlu melakukan evaluasi diri agar untuk menjadi dasar perencanaan untuk \membangun kultur yang tepat sesuai dengan kondisi nyata.

 

E. Membangun Kultur Sekolah

  1. 1.       Menetapkan Visi, Misi, Tujuan dan Strategi Sekolah

          Sebagai lembaga pendidikan sekolah perlu merumuskan visi, misi,  tujuan  dan strategi. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 19 tahun  2007 tentang standar  Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, visi  adalah  cita-cita bersama warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan pada masa yang akan datang yang mampu memberikan inspirasi, motivasi dan kekuatan pada warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan untuk mencapainya. Misi sekolah adalah segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi. Tujuan sekolah menggambarkan tingkat kualitas yang ingin dicapai dalam jangka waktu menengah. Strategi adalah cara-cara yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

          Visi, misi, tujuan dan strategi sekolah perlu dijadikan acuan oleh segenap warga sekolah agar menjadi daya dorong untuk melakukan setiap kegiatan dalam rangka mencapai tujuan sekolah.

 

  1. 2.       Membangun dan Memelihara Fisik Sekolah

          Kultur sekolah mencerminkan budaya dan perilaku dan moral sekolah sebagai sebuah lembaga. Terdapat tiga komponen yang dapat menggambarkan karakteristik tersebut (Zamroni, 2009):

  1. Artifak dan Simbol-simbol, bagaimana bangunan sekolah dihias, didekorasi dan dan dirawat,
  2. Nilai-nilai (values), bagaimana warga sekolah berperilaku dan bertindak saat melakukan pekerjaan, berinteraksi dan berkomunikasi.
  3. Asumsi-asumsi, adalah keyakinan termasuk agama yang secara tidak disadari dan alami dimiliki oleh setiap warga sekolah.

 

          Sekolah seyogyanya mengusahakan agar komponen-komponen tersebut tidak menjadi kontraproduktif karena:

  1. Menggunakan artifak dan symbol yang sudah rusak dan usang sehingga tidak memberikan nuansa positif dan kepedulian pada proses pembelajaran dan pendidikan untuk siswa.
  2. Tidak atau kurang menerapkan nilai-nilai dalam setiap kegiatan sekolah, kurangnya membangun tanggung jawab dan toleransi dalam setiap kegiatan sekolah.
  3. Memiliki asumsi, pendapat atau keyakinan yang berdampak negatif seperti:
    1.           a.       Pandangan yang memberikan label bahwa banyak siswa yang bodoh, tidak belajar, malas.
    2.           b.       Pendapat yang menyatakan bahwa orang tua siswa tidak peduli dengan pendidikan putra-putrinya.
    3.           c.       Asumsi yang menyatakan bahwa orang tua siswa sekarang tidak peduli tentang pendidikan.

Kultur sekolah tidak hanya dapat direfleksikan oleh bangunan fisik semata namun juga oleh aspek psikologis yang dapat mengkondisikannya sebagai tempat belajar siswa dan mengajar guru.

 

  1. 3.       Penerapan Nilai-nilai dan Agama

          Sebagai sebuah organisasi, sekolah adalah lembaga budaya yang tidak hanya memberikan pengajaran namun sangat penting untuk memberikan pendidikan kepada segenap warganya.  Para guru yang professional melakukan tugasnya untuk mengajar, mendidik, membimbing, melatih, menggerakan  bahkan mengarahkan para siswa agar kelak menjadi manusia yang cendikia, mandiri dan berbudi pekerti luhur. Diharapkan siswa kelak akan menjadi generasi yang akan ikut serta membangun dan dan memimpin bangsa. Sekolah sebuah organisasi dengan demikian perlu membangun kultur sekolah yang baik, sehat, dan positif.

          Dalam membangun kultur sekolah yang baik, sehat  dan positif perlu didasari oleh pengakuan bahwa manusia adalah mahluk Tuhan Yang Maha Esa sehingga segala apa yang dilakukan selalu diniatkan untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianutnya. Keyakinan dan nilai-nilai agama akan memberikan arahan untuk bekerja dan melakukan perbuatan yang diridhoiNya. Hal ini akan memberikan dampak positif kepada warga sekolah agar segala perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada manusia semata tapi mendapatkan nilai lebih di mata Tuhan Yang Maha Esa.

                   

G.     Implementasi Kultur Sekolah Untuk Peningkatan Mutu

          Peningkatan mutu yang ingin dicapai melalui pengembangan kultur sekolah dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu melalui proses pembiasaan dan meningkatkan pembiasaan tersebut menjadi sebuah sistem.

1.       Pembiasaan

          Pada pembiasaan  semua tingkal laku yang bernilai kemuliaan tersebut masih berupa tindakan yang memerlukan arahan, kontrol dan penyadaran dari orang lain. Contoh cara-cara  yang bisa dilakukan sekolah dalam membentuk pembiasan adalah :

a.       Sekolah menciptakan induk tata tertib

          Induk tata tertib adalah sebuah pola pengaturan terpadu yang mengkorelasikan segala macam tata tertib yang mengatur tugas perbagian di sekolah.

b.       Pembudayaan sopan santun

c.       Membangun kesadaran siswa, dll.

 

2.       Mengubah Pembiasaan Menjadi Sistem

          Untuk bisa melestarikan pembiasaan dan mengubahnya menjadi sistem ada beberapa contoh cara yang bisa ditempuh;

a.       Mengaplikasikan jiwa keteladanan

          Jiwa keteladanan yang harus teramati adalah adalah dari orang-orang penting di sekolah seperti kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru-guru senior.Tanpa kecuali tokoh-tokoh tersebut harus berperan aktif bagi terciptanya sistem bertingkah laku terpuji di sekolah.

  1. Menciptakan Sekolah Sebagai Wawasan Wiyata Mandala

Wawasan wiyata mandala adalah lingkungan kehidupan sekolah yang bercorak edukatif yang diposisikan dalam sentral kehidupan, menjadi poros utama yang harus dipedomani dalam bertingkah laku.

 

  1. Aplikasi Sistem Penghargaan dan Hukuman

Dirumuskan dan dibakukan serta diaplikasikan secara konsisten.

 

  1. Berbagai hal yang berkaitan dengan penyimpangan dalam tugas dipetakan sehingga teramati oleh semua warga sekolah untuk dilakukan perbaikan.

 

G.     Kesimpulan

Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan seyogyanya memiliki kultur sekolah yang positif agar secara terus menerus dapat meningkatkan mutunya. Kultur sekolah yang positif akan menyemaikan nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan sehingga sekolah benar-benar dapat menjadi agen perubahan untuk menjadikan manusia Indonesia yang utuh, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berahlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

          Kultur sekolah harus dibangun berlandaskan visi, misi dan tujuan sekolah dengan menerapkan manejemen partisipatif dan terbuka sehingga benar-benar dipahami dan dihayati oleh seluruh warga sekolah dan para pemangku kepentingan sehingga dapat diimplemntasikan secara ikhlas dan konsisten untuk mencapai cita-cita yang telah ditetapkan dalam visi dan tujuan sekolah.

          Jika diimplementasikan dengan baik dan konsisten, kultur sekolah dapat meningkatkan kualitasnya secara terpadu untuk kepuasan pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.

         

 

DAFTAR PUSTAKA

Conzemius, Anne dan O’Neill, Jan, (2002), The Handbook for SMART School Teams, National Education Service, United States of America

 

Departemen Pendidikan Nasional (2005), Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-2009, Jakarta

 

Sallis, Edward (2006) Total Quality Management in Education Manajemen Mutu Pendidikan, IRCiSod, Jogjakarta

 

Zamroni  (2009). Panduan Teknis Pengembangan Kultur Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta


Pengirim :
Kembali ke Atas
Artikel Lainnya :

Silahkan Isi Komentar dari tulisan artikel diatas

Komentar :

http://slkjfdf.net/ - Ucexamefa <a href="http://slkjfdf.net/">Ecesihopa</a> git.yfcd.sman1subang.sch.id.tiy.wd http://slkjfdf.net/


   Kembali ke Atas